
Ahad pagi, asyiknya ngumpul-ngumpul sambil membuat bros aklirik. Alhamdulillah, yang diajarin pinter-pinter (aku cuma ngajarin awalnya aja), jadi hasilnya cantik-cantik.. Semoga bermanfaat ilmu yang didapat...^_^
Sore itu, saya hendak mencuci rambut. Yah, sudah lengket rasanya rambut ini. Berminyak dan lepek. Maka, berbekal shampoo kemasan berenteng yang saya beli beberapa hari sebelumnya, merk langganan saya, dengan bungkusnya yang berwarna merah campur putih, saya pun ke kamar mandi. Seperti biasa, saya basahi terlebih dahulu rambut. Kemudian, saya sobek kemasan shampoo tersebut, menuangkan cairan putih yang ada di dalamnya ke telapak tangan dan memberi air sebagai campuran. Kemudian campuran itu saya gosokkan ke kepala. Hmm... gak berbusa. Pasti ini karena rambut saya memang benar-benar kotor. Tapi saya baru dua hari yang lalu keramas juga. Dan reaksinya sama, shampoo yang saya pakai tidak menimbulkan busa. Ooohh, iya... biasanya sesuai anjuran yang tertulis di kemasan, kita harus mengulang keramas dua kali, baru yang kedua biasanya berbusa.
Ok... saya pun membilas rambut, kemudian mengoleskan kembali shampo yang dicampur air. Reaksinya? Sama, shampo ini tak mengeluarkan busa. Sambil menggosok-gosok rambut, saya berfikir dalam hati, apa saya sudah membeli shampo yang kadaluarsa? Hmm... ketipu dong... Sebel sendiri...
Sambil rambut masih lengket dengan shampo, saya coba cek tanggal kadaluarsa... gak ada tulisan kadaluarsa... Saya bolak balik bungkus shampo, saya baca bagian depannya.... Di situ tertulis "conditioner"... *Gubrak! cengar cengir sendiri di kamar mandi* Hyaahh... Rupanya sudah dua kali saya keramas dengan conditioner, pantas saja, dua hari yang lalu juga gak berbusa juga..
Pesan moral : Teliti sebelum membeli...
Di resep ini saya pakai 14 buah Oreo (di resep pakai 12 buah), karena sewaktu adonan sudah dituang semua, ternyata masih ada kelebihan, makanya saya tambah lagi 2 buah dan yang dua itu pakai loyang muffin yang terpisah, jadi total pake dua loyang (gak penting banget ya jelasin soal ini? *garuk2*).
Bikinnya agak-agak riweh, pasalnya keponakan saya, Shafaa, sempat ikut-ikut mau bikin juga, plus tanya macam-macam... Pertanyaan semacam,"Apa tu ni?" (dia menyebut kata "apa itu apa ini" menjadi "apa tu ni" ^_^) terus keluar dari mulutnya, membuat saya agak pusing menjawab pertanyaan-pertanyaannya, dan jadi gak terlalu konsentrasi (beuh..gayanya :p) dalam pembuatan kue ini. Akibatnya, gula pasir yang seharusnya 1/2 cup, sempat saya takar jadi 1/4 cup. Untung saja pada waktu mengocok saya langsung cek lagi resep dan saya ingat baru menakar 1/4 cup, jadi tinggal ditambah kira-kira berapa sendok supaya jadi 1/2 cup.
Pada saat harus menghancurkan Oreo, saya bingung. Dipatah-patahin kurang hancur. Mau diblender takut terlalu hancur. Akhirnya, saya masukkan semua Oreo itu ke dalam plastik, trus diketok-ketok pake ulekan....hihihi... hancurnya sesuai harapan..
Proses pengocokan lancar. Kemudian pemanggangan. Pada saat memanggang, saya baca di resep Mba Vina kalau kue dipanggang 20 menit. Tapi dasar bandel, waktu saya liat di oven adonan sudah mulai naik dan sudah 20 menit, saya berfikir untuk menambah waktu 5 menit lagi. Jadi kue yang saya panggang ini 25 menit, tidak sesuai harapan. Akibatnya kue menjadi agak hangus, dan teksturnya agak padat sedikiiittt, tapi masih tetep lembek, apalagi pas bagian Oreo-nya (lho Oreonya juga udah coklat warnanya ya? :p). Jadi kue saya gak cantik. Gak seperti yang di resep..hiks...
Untungnya, kue itu tetap enaakk... Buktinya, semua suka. Adek saya suka, dia bilang kayak makan es krim. Keponakan saya, Danish, yang susah makan, ternyata suka juga. Apalagi Shafaa... Alhamdulillah, berarti termasuk berhasil menurut saya, walaupun agak gosong...hihihi... *ngeles*. Ya sudahlah, gak apa-apa, lain waktu mau coba lagi, yang gak hangus ^_^. Terima kasih Mba Vina, udah berbagi resepnya
Ini dia resepnya : OREO Mini Cheesecake
Bahan-bahan :
14 buah OREO Cookies, dibiarkan utuh
3 buah OREO Cookies, dihancurkan
1/2 cup gula pasir
250 gr cream cheese (suhu ruangan), saya pake merk Yummi (ketemunya itu di supermarket)
1/2 sdt vanilli bubuk
2 butir telur ukuran besar, dikocok lepas
1/2 cup yogurt plain
sedikit garam (seujung sdt aja)
Cara membuat :
1. Panaskan oven 150 C (275 F).
Letakkan paper cup diatas loyang muffins (Cetakan muffin umumnya 12 lubang, saya pake Oreo 14 buah jadi dua loyang, nanggung ya?).
2. Dengan mixer kecepatan medium, kocok cream cheese sampai halus.
Tambahkan 1/2 cup gula, kemudian vanilla.
Tambahkan telur yang sudah dikocok ke dalam mixer yang tetap menyala
3. Tambahkan yoghurt plain dan garam. Masukkan kremesan OREO, aduk rata. Tuang adonan ke dalam muffin cup sampai hampir penuh.
4. Panggang sampai bagian pinggirnya mengeras tapi bagian tengahnya masih agak lembek, sekitar 20 menit. Dinginkan diatas rak kawat beserta loyangnya. Bungkus loyang dengan plastik, masukkan ke kulkas sampai dingin (di resep mba Vina, disimpan di kulkas 4 jam atau semalaman, tapi saya, asal udah dingin langsung dimakan, gak sabaran mau nyoba ).
5. Keluarkan kue dari loyang, dan lepaskan cake dari wadahnya.
Tata mini cheesecake diatas piring dengan membaliknya, sehingga bagian atas berada dibawah dan biskuit OREO keliatan.
Di suatu hari, saat saya dan seorang teman sedang menikmati makan siang bersama, lesehan tanpa tikar, teman saya berkata begini,”Duh, iri rasanya kalo ngeliat si A”, matanya memandang pada teman saya yang lain, yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Saya bertanya,”Kenapa?” Teman saya melanjutkan,”Iya, kalau liat si A, enak rasanya, Liat aja tuh, sementara A sibuk, suaminya mau jaga anak sambil mendorong-dorong kereta bayinya, kalau pergi kemana-mana juga pasti dianterin, dan pasti ditungguin”. Sambil tersenyum saya pun ikut memandang teman saya si A, dan hanya menjawab dengan pertanyaan,”Kompak ya?”
Teman saya pun meng-iyakan pertanyaan saya.
Kemudian dia melanjutkan,”Gak kayak si mas (suaminya), tadi aja mau berangkat kesini dimarahin gara-gara…bla..bla…bla…” Intinya sang suami tidak mendukungnya ketika sang isteri membutuhkan dukungan. Ketika suaminya sedang ada acara, sang isteri tidak boleh menghubunginya sama sekali (meskipun ada keperluan dengan sang suami), baik melalui pesan singkat sms, apalagi meneleponnya, sementara ketika sang isteri sedang melakukan kegiatan, sang suami boleh-boleh saja mengganggunya kapanpun. Egois? Mungkin.. Silahkan berfikir sendiri...
Saya hanya terdiam mendengarkan keluhan teman tersebut. Hanya sesekali mulut saya menggumamkan kata,”ooh”…”emm’’”. Tak tahu mau jawab apa. Pengalaman saya belum sampai kesana. Kalaupun saya ingin memberi saran, nanti dibilang sok tahu. Yang bisa saya lakukan hanya mendengarkan dengan tekun curahan hatinya, berharap dengan begitu bebannya bisa sedikit berkurang.
Dalam hati saya mempertanyakan juga sikap suaminya (dan mungkin suami-suami lain yang seperti itu), apa salahnya bila suami mendukung kegiatan isterinya jika kegiatan itu dapat membawa kebaikan? (apalagi aktivitas dakwah). Apa salahnya jika suami dapat menjaga anak mereka barang sejenak (sejenak disini hanya dua jam dalam seminggu yaa, gak setiap hari lho) jika sang isteri sedang membutuhkan waktu untuk menambah ilmunya?
Terkadang dukungan bukan berarti harus mengantar jemput sang isteri setiap waktu ketika isteri harus bepergian. Dengan menyetujui/mengiyakan dan membiarkan isteri mempunyai waktunya sendiri, itu sudah cukup menandakan dukungan. Dengan ikut menjaga anak ketika isteri sedang beraktivitas (catet : aktivitas syar’I yang memang mengharuskan dia keluar ya) itu juga bentuk dari dukungan.
Dengan adanya dukungan, pastinya sang isteri dapat menjalani aktifitasnya dengan tenang dan bahagia, sehingga insya Allah hasil kerjanya dapat lebih baik.
Alangkah indahnya melihat kekompakan itu, kekompakan suami dan isteri dalam beraktifitas, seperti yang saya lihat pada teman A.
Bahkan sekedar jawaban persetujuan bisa jadi sudah sangat menyenangkan bagi sang isteri. Misalnya ketika isteri sedang memakai baju baru, kemudian menanyakan,”Mas…Bagus gak bajunya?” Cukuplah dijawab,”Bagus”… Saya yakin hal itu pasti sudah membuat hati isteri berbunga-bunga (meskipun pada kenyataannya baju itu gak bagus dalam pandangan suami…hehehe..). Atau kalaupun ternyata gak cocok, ya bisa diberitahu dengan cara yang baik misalnya,”Bagus Dek, tapi kayaknya lebih cocok pake yang ini..”
Bukan dengan kalimat,”Gak ada bagus-bagusnya tuh baju dipakenya…ganti!” *langsung merengut/mangkel isterinya…hihi*
Berkaca pada pengalaman teman ini (ya pastinya setiap suami atau isteri mempunyai kekurangan masing-masing), saya jadi berharap, semoga saja kelemahan suami saya kelak bukan pada hal ini. Semoga saja suami saya nantinya adalah orang yang paling mendukung apapun kegiatan-kegiatan positif yang saya lakukan, supaya hati ini lebih tenang ketika menjalaninya dan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih maksimal.
*sekedar coretan, mengamati curhatan teman, semoga ada hikmahnya… maaf klo saya terkesan sok tau....hihihi, buat mak-mak/bapak-bapak yang lebih berpengalaman, boleh tambahin... atau kritik saya, tapi jangan dilempar sendal*