Peristiwa ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Ketika sahabatku, Erisa yang sekaligus teman kerjaku masih harus pulang pergi Jakarta-Sukabumi dari kantor ke rumahnya setiap hari. Kadang-kadang, untuk mengisi hari libur di akhir pekan, aku main ke rumah Eri dan menginap dua hari disana (biasanya kami pulang senin pagi, sekaligus langsung ke kantor).
Suatu hari, seperti biasa aku berencana menginap di rumah Eri keesokan harinya. Karena itu, selepas pulang kantor, kami berdua langsung menuju UKI, tempat dimana bus jurusan Sukabumi mangkal. Dan hari itu, alhamdulillah, kami mendapat tempat duduk, agak di tengah, di bangku yang berisi tiga kursi. Di ujung dekat jendela, sudah ada seorang penumpang yang duduk, maka mau gak mau kami mengisi kursi sisanya. Eri di tengah, dan aku di kursi pinggir. Sebetulnya aku paling malas duduk di kursi paling pinggir. Karena biasanya di dalam bus itu banyak sekali penjual yang hilir mudik. Dan ketika hilir mudik itu, biasanya penjual gak peduli klo mereka udah senggal senggol penumpang. Buatku, yang termasuk kategori manusia yang lebih sering tidur daripada melek di perjalanan, tentunya kehadiran penjual yang hilir mudik akan mengganggu mimpi indahku....hehe...:p... Belum lagi teriakan-teriakan yang keras si penjual menjajakan dagangannya... Bete gak sih?? Tapi, mengingat mereka juga cari rejeki, ya, apa boleh buatlah...
Demikian juga saat itu, walaupun bus belum berangkat, tapi penjual sudah rame banget menawarkan dagangannya kepada penumpang bus. Ketika penumpang sudah mengisi seluruh kursi dalam bus, dan bahkan ada beberapa penumpang yang berdiri, akhirnya bus berangkat menuju Sukabumi. Kami menembus jalan tol hingga di perempatan Ciawi, Selama di jalan tol, kami agak merasa tenang, karena penjual belum terlalu banyak, hanya satu dua, dan kadang ikut juga pengamen yang menghibur kami. Aku pun bisa ngobrol-ngobrol dengan Eri, dan selanjutnya tidur dengan tenang...
Ketika bus keluar tol dan sampai di perempatan Ciawi, ada beberapa penumpang yang juga naik atau turun di sana. Tapi tak hanya penumpang yang turun atau naik, biasanya para pedagang juga berbondong-bondong naik bus dan menjajakan dagangan mereka. Rameee banget, jadi kayak pasar kaget pokoknya. Dan kalau bus sudah berangkat lagi, biasanya ada penjual yang turun, tapi ada juga penjual yang tetap menjual dagangannya sepanjang sisa perjalanan kami menuju Sukabumi. Biasanya aku gak terlalu peduli dengan para pedagang dan pura-pura tidur (karena kalo tidur beneran gak bisaaa....berisiiikk....hihihi) saat mereka menawarkan dagangannya. Tapi hari itu, aku dan Eri, dan juga sebagian besar penumpang dibuat tertawa geli oleh ulah salah satu pedagang salak.
Sebabnya begini, sewaktu masih di perempatan Ciawi, si pedagang menawarkan dagangannya dari kursi depan sampai ke urutan belakang, sambil berteriak,"salaknya pak, bu, salaknya nih... manis-manis.... sepuluh ribu dapet lima belas"... Hari itu aku gak berniat membeli salak, Eri juga, jadi kami gak membeli salak. Waktu itu kami hanya membeli air minum untuk mengurangi rasa haus. Kami pun diam, sambil terus tidur-tidur ayam *setengah tidur, setengah gak :p*. Bus pun terus melaju dengan kencangnya, namun tetap terkendali.
Setengah jam kemudian, si pedagang salak kembali berujar,"nih salaknya pak, bu, saya tambah deh, sepuluh ribu dapet dua puluh biji"... "ayoolah, siapa yang mau...".... Rupanya walaupun ditawarkan begitu, mungkin karena gak ada yang butuh salak, makanya gak ada satupun penumpang yang membeli salak... Aku dan Eri hanya melek sebentar, dan meneruskan tidur ayam kami...hehe...
Rupanya penumpang yang lain juga nampak capek, dan lebih memilih tidur atau mengobrol dibandingkan berbelanja. Si pedagang salak nampak agak sebel, sambil menawarkan dagangannya kembali dengan ditambah logat sunda, pedagang itu kira-kira bilang begini,"Eleuh-eleuh, teu aya nu nyandak salak ieu (aduh, gak ada yg mau salak nih!)"..." Hayu atuh bapak ibu, salakna dicandak... hayuu.... sepuluh ribu jadi tiga puluh biji-lah".... Mendengar itu, Eri menyenggolku yang sedang tidur sambil bilang,"Eh iah... mau salak gak? sekarang sepuluh ribu jadi tiga puluh nih!"... aku menggeleng sambil menjawab,"Buat apaan salak segitu banyak? males ah"... Eri menimpali,"ya udah klo gak mau".... kami pun meneruskan tidur...
Dari sepuluh ribu dapet tiga puluh, sepuluh ribu dapet tiga puluh lima, sampe finalnya mungkin karena kekesalan si pedagang salak, soalnya dia udah obral benerrr seobral-obralnya, tapi tetep gak ada penumpang yang minat beli salaknya... Akhirnya si pedagang teriak sambil senyum garing dan sebel,"hayuukk-lah... sepuluh ribu ambil lima puluh biji neehh... jual rugi, masa tetep gak ada yang mau"... Ha? lima puluh biji? Gak salah denger nih?? Kacau banget nih si abang tukang salak... Udah frustasi kali...hehehe...aku, Eri dan penumpang yang lain, bukannya langsung beli dagangannya, tapi justru kontan ketawa geli mendengar tawaran si pedagang...hehehe... Akhirnya semua (penumpang dan penjual salak) jadi ketawa.... Buatku, semakin banyak ditawarin begitu, justru makin gak tega belinya *serba salah ya? :p*... Tapi syukur Alhamdulillah, akhirnya ada juga yang beli, walaupun kayaknya gak sampe lima puluh buah untuk harga sepuluh ribu... Gak tega juga lah... :p... Sampai sekarang kalau Eri bilang,"mau beli salak gak?", kontan kami berdua ketawa geli, ingat sama pedagang salak di bus....haha...
nb : maaf, sebetulnya gak harus diketawain tukang salaknya sih, harusnya dibeli aja... harap jangan ditiru kelakuan penumpang di bus itu ya....hihihi...