Tanggal 27 Maret 2009 merupakan hari yang kelabu bagi kita semua, khususnya bagi warga yang tinggal di sekitar Bendungan Situ Gintung. Tepat beberapa menit setelah gema azan subuh berkumandang, bendungan yang dibangun pada zaman Belanda sekitar tahun 1930 itu ternyata sudah tidak kuat menahan beban menampung airnya, sehingga meruntuhkan salah satu sisi bendungan yang berbatasan dengan pemukiman warga dan memuntahkan airnya bagaikan air bah. Beberapa orang mengatakan bahwa kejadian itu seperti tsunami kecil yang pernah terjadi di Aceh beberapa tahun yang lalu.
Setelah bendungan itu memuntahkan airnya, kepiluan pun melanda. Banyak warga yang kehilangan keluarga dan sanak saudara, anak, isteri, suami, teman dan lainnya. Banyak yang tidak menduga musibah ini akan terjadi begitu cepat dan dalam sekejap menyapu bersih pemukiman warga. Yang menggetarkan hati kita, seperti biasa Allah SWT selalu melindungi rumah-Nya dari berbagai kerusakan, di antara berserakannya kayu-kayu dan batu bekas bahan bangunan dari rumah-rumah yang hancur, berdirilah dengan kokohnya sebuah masjid, walaupun pintu dan jendelanya sudah tak ada, tapi bangunan masjid itu benar-benar berdiri dengan kokohnya. Subhanallah!
Sore itu seperti biasa aku menonton berita di televisi. Di berbagai stasiun televisi masih terus diberitakan kabar tentang kejadian jebolnya Bendungan Situ Gintung. Salah satu berita yang menggelitik hatiku adalah tentang banyaknya orang-orang yang mendatangi lokasi setelah kejadian yang sedang porak poranda tersebut. Mereka berdatangan dari berbagai tempat di sekitar daerah Tangerang. Mungkin bila orang-orang itu datang untuk menolong mencari korban yang masih belum ditemukan aku tak jadi kesal. Tapi yang membuatku kesal adalah mereka mendatangi lokasi kejadian, adalah hanya untuk melihat-lihat, mengambil gambar, berjalan-jalan, seperti orang yang datang untuk rekreasi. Banyak penjual berseliweran menjajakan dagangannya di tempat itu (ku tak dapat menyalahkan mereka juga). Kemudian nampak di layar televisi seorang reporter sedang mewawancarai salah satu pengunjung di
Dengan agak tersendat (dan agak mikir-mikir rupanya), dijawab lagi oleh si bapak itu,”sebagai sesama muslim kita
Aduuuhh…kemana ya hati nurani mereka? Kemana sifat kemanusiaan mereka? Udah hilangkah?
Salah seorang korban yang sedang mengungsi juga memprotes kedatangan orang-orang yang hanya ingin menonton kesedihan mereka. Mereka tidak suka dijadikan bahan tontonan.
Tim penyelamat juga menyayangkan banyaknya orang-orang yang hanya datang untuk melihat-lihat sehingga menyulitkan kerja mereka.
Aku kesal. Seharusnya mereka ikut merasakan kesedihan yang dirasakan korban. Seharusnya mereka tak perlu mendatangi lokasi kejadian yang akibatnya hanya mempersulit proses pencarian korban. Kalaupun mereka mau membantu, kirimkanlah uang atau makanan yang ingin diberikan melalui tempat yang telah ditentukan. Dan yang paling penting, berdo'alah buat mereka yang tertimpa musibah, agar yang ditinggalkan diberi ketabahan untuk meneruskan hidup dan yang pergi mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT.
Ku hanya berharap, mudah-mudahan tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa yang akan datang. Mudah-mudahan kepekaan nurani kita menjadi lebih terasah, sehingga tidak ada lagi orang-orang yang menjadikan sebuah musibah menjadi satu tontonan. Mudah-mudahan rasa kemanusiaan kita tak hilang, sehingga tak ada lagi yang menjadikan sebuah kejadian pahit sebagai satu tempat rekreasi (ku jadi ingat juga dengan kejadian Lumpur di Sidoarjo, kayak tempat wisata…hhhmmm…). Apakah mereka tak lihat tangisan para korban?
Ikut bersedihlah, dan bantulah mereka yang sedang dalam kesulitan. Jangan menambah beban mereka yang memang sudah berat akibat musibah yang mereka alami. Kalau mau melihat, cukuplah kita melihatnya di televisi. Biarlah orang-orang yang memang ahli di bidangnya yang menangani langsung di tempat kejadian, dan kita membantu dengan cara yang benar-benar kita mampu. Mari saling membantu. Mari saling meringankan beban orang lain. Mari asah kepekaan hati nurani kita. Ku hanya berharap, mudah-mudahan kita masih punya rasa kemanusiaan, sehingga tidak hanya menjadikan sebuah musibah sebagai sebuah tontonan. Dan aku yakin, tidak semua orang seperti mereka, masih banyak juga yang punya kepekaan hati yang tinggi. Mudah-mudahan Allah SWt mengampuni kita semua atas kelalaian yang kita lakukan... amiin.